marhaban ya ramadhan

Ya Allah, ketika engkau menebar rahmat baroqah dan keselamatan di bulan yang mulia ini, maka dahulukan saudara-saudaraku yang sedang baca tulisan ini beserta keluarganya; yaa Rahman yaa Rahiim...jadikan ia dalam golongan orang yg selalu menerima rahmatMu; yaa Qudus...jauhkan ia dari sgala penyakit hati; yaa Rofi' muliakan dan tinggikan derajatnya; yaa Malikul Mulki...jagalah ia dalam dalam kuasaMu; yaa Syakur...jadikan ia ahli bersyukur; yaa Ghoofar ...ampunilah ia spanjang hidup-akhiratnya dan berkahkan rizkynya yaa Razaq. Amin... Marhaban ya Ramadhan mohon maaf atas segala salah dan khilaf

Rabu, 29 September 2010

PENGEMBANGAN BUDIDAYA LAK UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT


Oleh :
Siti Rochayah DM, Saptadi D, Ermi Erene, Made Widyana
 
A.      PENDAHULUAN

 Potensi sumber daya hutan di NTT berdasarkan hasil pemaduserasian TGHK dan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi adalah seluas 1.808.981.27 ha atau sekitar38,20 %, dimana terdiri dari kawasan hutan lindung 1.081.364, 53 Ha dan Kawasan budidaya 727.434,74 ha. Kondisi hutan tersebut belum dapat memberikan kontribusi terhadap PAD yang bersumber dari eksploitasi hasil hutan berupa kayu. Sebaliknya produk hasil hutan bukan kayu tercatat mampu memberikan kontribusi yang lebih besar. Dengan demikian pengelolaan dan pemanfaatan multi fungsi hutan terutama dari produk hasil hutan bukan kayu perlu ditingkatkan sebagai alternatif sumber PAD dan pendapatan masyarakat di sekitar hutan.
 Hasil hutan bukan kayu di NTT sampai tahun 1996 dilaporkan ada sebanyak 27 jenis diantaranya yang potensial adalah lak, bambu, kemiri, asam dan jambu mete (Dinas Kehutanan Propinsi Dati I NTT, 1997). Prospek komoditas hasil hutan bukan kayu memiliki peluang pasar yang potensial sehingga perlu dikembangkan pengusahaannya.
 Salah satu jenis komoditi hasil hutan bukan kayu yang dapat mendukung peningkatan pendapatan masyarakat terutama masyarakat sekitar hutan adalah jenis komoditi seedlak. Seedlak merupakan HHBK yang tergolong potensi lokal spesifik dan mempunyai pasar yang cerah karena hingga saat ini permintaan pasar domestik dan dunia tiap tahun belum dapat dipenuhi. Usaha pengembangan seedlak  baik melalui program Dinas Kehutanan Kabupaten maupun swadaya masyarakat di Sumba Timur telah lama dilaksanakan yaitu sudah sejak tahun 1992.  Namun hasilnya menunjukkan bahwa usaha pengembangan melalui budidaya lak masih harus ditangani dan dikelola secara profesional baik terhadap pohon inang maupun budidaya kutu lak itu sendiri.

 A.      PENGEMBANGAN POHON INANG
1. Jenis Pohon Inang
Jenis pohon inang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kutu lak selain juga hama-penyakit dan kondisi lingkungan. Menurut Green (1995) tumbuhan yang paling baik untuk inang kutu lak di Indonesia adalah kesambi (Schleichera oleosa), sedangkan di India Butea monosperma (Ploso) dan Zizypus mauritana selain juga kesambi. Adapun di Thailand tumbuhan jenis Samanea saman yang paling baik digunakan sebagai tanaman inang kutu lak. Selain kesambi, jenis tumbuhan yang bisa ditulari lak di Indonesia adalah jamuju (Cuscuta australis), Caliandra (Calliandra calothyrsus), Acacia catechu, Acacia filosa, Butea sp, Cajanus cajan, Ficus sp. Perbedaan dalam jenis tumbuhan inang ini mempengaruhi produksi dan kualitas lak cabang yang dihasilkan (Asep dan Intari, 1997; Iqbal, 1993; Green, 1995).
Menurut Radijanto (1979), bahwa derajat keasaman (pH) cairan dalam pohon inang mempengaruhi proses metamorfosa larva lak, dan yang terbaik adalah pada derajat keasaman netral atau sedikit asam yaitu sekitar 5.8 – 6.2. Lebih lanjut dikatakan bahwa selain keasaman cairan pohon tersebut, pohon inang yang dikehendaki harus memiliki kepekatan getah (sap density) antara 0,14 – 0,1728, karena dengan kepekatan getah yang tinggi kutulak tersebut dapat mudah menempel.
Sehubungan pohon inang selalu berfungsi sebagai pendukung kehidupan kutu lak juga sebagai pengawet tanah dan manfaat lain bagi masyarakat, maka disarankan beberapa hal bagi tanaman yang baik (Pane, 1978), yaitu:

  1. tumbuh di daerah yang banyak mendapat sinar matahari dan banyak mendapat angin
  2. tahan terhadap kekeringan
  3. memberikan pengaruh yang baik terhadap tata air dan bagian lain dari pohon tersebut dapat dimanfaatkan
  4. dengan cara pemangkasan dapat memberikan tunas
  5. dapat menyuburkan tanah
  6. dapat ditumpangsarikan dengan tanaman sela dan tanaman palawija
 Jenis pohon yang memenuhi persyaratan dan terbukti mampu ditulari dan tertulari oleh kutu lak dengan hasil yang baik di Sumba Timur adalah kesambi, Bidara atau juga disebut Gom (Zizypus jujuba) dan Beringin (Ficus sp). Jenis kesambi dan gom banyak tumbuh di Sumba Timur. Namun prioritas utama dalam proyek penularan adalah pohon kesambi, sedang pohon gom dan beringin hanya tertular kutu lak oleh angin. Meski kesambi jadi tanaman prioritas dalam budidaya kutu lak namun tidak di semua daerah pohon kesambi dapat digunakan sebagai inang kutu lak. Kondisi iklim turut menentukan keberhasilan pengembangan kutu lak.
Pohon kesambi merupakan tanaman yang mampu beradaptasi dengan kondisi iklim kering karena mempunyai perakaran yang sangat dalam, demikian juga pada pohon bidara/gom dan beringin. Dengan perakaran yang dalam akan mampu mempercepat proses pembentukan tanah dan terangkatnya zat-zat mineral dari dalam tanah ke permukaan. Pohon kesambi dan bidara/gom tidak tahan terhadap naungan keras, pada musim kemarau menggugurkan daun, terutama pada tempat-tempat yang kurang baik kesuburan tanahnya. Masa pengguguran daun ini tidak berlangsung l;ama karena segera disusul tunas-tunas baru yang biasanya terjadi sekitar bulan juli sampai september. Berbeda dengan kedua pohon yaitu kesambi dan bidara/gom maka pohon beringin yang biasanya dijumpai tumbuh di dekat-dekat sumber air seperti sungai maka tanaman ini tidak menggugurkan daunnya. Selain itu tajuk pada pohon beringin lebih lebat dibandingkan kedua jenis lainnya tersebut, sehingga lebih lembab.
Jenis Kesambi yang tumbuh di NTT dapat dibedakan atas 3 jenis yaitu (1) kesambi kebo; daunnya berwarna hijau tua, dengan ukuran relatif lebih besar, kulit batang dan ranting berwarna gelap, dan ranting mudah dipatahkan; (2) kesambi krikil daunnya berwarna hijau kuning, dengan ukuran daun relatif kecil, kulit batang dan ranting berwarna putih dan ranting tidak mudah dipatahkan dan (3) kesambi campuran dari kedua kesambi tersebut. Kesambi kebo merupakan jenis kesambi yang lebih disukai oleh kutu lak, hal ini disebabkan karena kesambi kebo mempunyai pertumbuhan ranting memanjang dengan kulit ranting lebih lunak.

2. Prospek Budidaya Pohon Inang
Tegakan kesambi yang siap ditulari kutu lak adalah yang sudah berumur 12 tahun, dan setelah berumur 57 tahun tegakan kasambi sudah tua dan tidak dapat menghasilkan ranting bagi kehidupan dan perkembangan kutu lak. Disisi lain pengambilan dan penularan kutu lak yang harus dilakukan dengan cara pemangkasan cabang, apabila tidak dilakukan secara baik maka akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kesehatan tanaman inang.
Di Nusa Tenggara Timur umumnya dan khususnya di Kabupaten Sumba Timur, pohon kesambi tumbuh secara alami. Pohon kesambi alam yang ada mempunyai kondisi tegakan yang tinggi, biasanya tidak memberi kemudahan bahkan akan menyulitkan dalam kegiatan penularan. Dari kenyataan yang ada bahwa tegakan kesambi alam yang tersebar hampir di setiap Kabupaten dapat tumbuh subur. Dengan memperhatikan persyaratan tumbuh kesambi yang dapat tumbuh pada ketinggian tempat 0 – 100 m dpl dan pada kondisi alam Sumba Timur maupun NTT, maka peluang budidaya tanaman kesambi dapat dilaksanakan.
Seperti disebutkan di depan bahwa di Sumba Timur, lak mau berkembang juga pada jenis bidara/gom dan beringin, maka akan lebih baik lagi kalau pengembangan kedua jenis tanaman tersebut juga dilakukan. Pengembangan budidaya inang kutu lak memiliki prospek yang sangat cerah mengingat:
 a.       permintaan lak di dunia sangat tinggi (± 300.000 ton) sedangkan produksi Indonesia baru mencapai sekitar 200.000 ton
b.       penggunaan lak sangat luas sebagai bahan baku industri obat, makanan, furniture, moulding dan sebagainya
c.       secara alami kesambi, bidara/gom merupakan tumbuhan alami di NTT dan banyak tumbuh di Kabupaten Sumba Timur maka permudaan alam maupun buatan sangat mudah.
Dalam upaya mendorong pengembangan lak di Sumba Timur maka perlu dipacu dengan pengembangan budidaya jenis-jenis tanaman inang tersebut. Hal ini karena usaha seedlak mampu meningkatkan pendapatan petani seperti komentar pemetik lak cabang yang saya jumpai yaitu “saya hidup dari kutu bu….”.

3. Pemeliharaan Pohon Inang
Pohon inang sebagai tempat tumbuh kutu lak harus dipelihara pertumbuhannya selain juga untuk pertumbuhan dan tempat hidup kutu lak.  Untuk mendapatkan tegakan pohon inang yang memenuhi persyaratan penularan kutu lak maka diperlukan pemeliharaan yaitu:
a.       pembersihan ranting-ranting kecil dan tumbuhan liar yang merambat pada pohon inang dengan cara cabang yang kena penyakit dan mengandung parasit harus dibuang, dan tunas yang kurang sehat, kecil dan bergelombang harus dibersihkan sehingga yang dipelihara adalah tunas baru.
b.       Babat tumbuhan bawah dan liar untuk mengurangi pesaing unsur hara yang dibutuhkan pohon inang juga untuk memudahkan pekerja dalam melaksanakan tugas dan menghilangkan sarang parasit untuk menciptakan aliran udara yang baik bagi perkembangan kutu lak
c.       Pemberantasan hama penyakit agar pohon inag terpelihara, yang dapat dilakukan secara fisik dan kimiawi dengan insektisida.
 
 C. BUDIDAYA KUTU LAK

            Budidaya lak cabang secara umum terdiri dari 2 kegiatan pokok, yaitu penyiapan pohon inang dan pelaksanaan budidaya kutu lak. Kegiatan penyiapan pohon inang berupa kegiatan dalam menyiapkan tanaman inang sebagai tempat hidup dan persediaan makanan kutu lak. Budidaya kutu lak sendiri berupa kegiatan yang dimulai dari seleksi bibit dan penularan, pemeliharaan dan panen. Disini hanya dibahas budidaya kutu lak saja, karena masalah pohon inang sudah dibahas tersendiri.
            Kegiatan seleksi bibit bertujuan untuk mendapatkan bibit dengan kualitas yang baik. Dasar seleksi adalah ukuran panjang, kekompakkan, tebal dan kesehatannya. Lapisan lak cabang sebagai bibit biasanya berat dan penuh dengan tonjolan stik mata (lubang pernapasan) yang cukup banyak, nampak basah, bulat dan tidak terputus-putus. Apabila lak cabang tebal tapi ringan sekali maka didalamnya mengandung banyak larva parasit atau predator. Lak cabang bebas predator ditandai dengan tidak terdapat saluran tertutup oleh jaringan pada lapisan lak. Tidak mengandung parasit ditandai dengan tidak terdapat lubang-lubang kecil untuk pernapasan pada lapisan lak Setelah seleksi selesai bibit dimasukkan dalam kantong kasa dengan berat tiap satu kasa adalah 100 gram. Tujuan penggunaan kasa adalah untuk mencegah larva predator keluar dari kantong tersebut mati sehingga kutu lak yang berukuran lebih kecil dari lubang kain kasa dapat keluar. Selain itu kantong tersebut juga untuk menjaga agar bibit tidak rusak.
            Penularan  bibit dilakukan dengan cara mengikatkan kantong bibit pada cabang tanaman inang berukuran diameter 5 cm atau lebih agar kutu dapat mengembara mencari tempat yang cocok, menempel dan berkembang pada inang tersebut. Menurut Bambang (2002), sebenarnya kegiatan penularan dapat dilakukan sepanjang tahun. Namun pada bulan oktober – desember akan menghasilkan bibit yang prematur, yaitu panen hanya memerlukan waktu 100 – 121 hari dengan kualitas lak cabang yang dihasilkan biasanya kurang baik.
            Pemeliharan dilakukan selama menunggu masa panen sampai usia 3 bulan setelah tularan dilakukan. Pemeliharaan bertujuan untuk mengusir, mencegah predator dan parasit memakan kutu lak. Setelah berumur 3 bulan, pemeliharaan tidak diperlukan karena kutu lak sudah mampu bertahan hidup. Kegiatan pemeliharaan meliputi pemeliharaan rutin, prefentif dan represif.
            Pemanenan meliputi dua kegiatan yaitu pungutan lak cabang yang sudah ditularkan kutunya dengan waktu 3 minggu setelah tular dan pemanenan lak cabang hasil tular yang biasanya berumur 150-160 hari atau tergantung bulan penularan atau 3 hari sebelum waktu swarming. Cara pemanenan lak cabang hasil tularan dengan jalan memotong seluruh cabang atau ranting pohon. Beberapa tanda sebelum swarming dan siap dipanen adalah adanya butiran pada kutu lak betina (kurang 3-4 minggu), kemudian tampak adanya retakan pada lapisan sekresi (kurang 2-3 minggu) dan lapisan sekresi mudah lepas dari rantingnya (kurang 2 minggu). Tanda-tanda lain adalah hilangnya lilin yang menyelubungi lapisan sekresi sehingga lapisan ini berwarna merah segar, atau bila kita ambil pupa kutu lak apabila sudah merah menggumpal bukan cair maka siap dipanen.  Lak hasil panen dipisahkan antara untuk bibit dan bukan bibit.
            Pola budidaya lak di Sumba Timur menurut hasil penelitian Kurnaedi dan Widnyana (2003) tidak mengikuti tahapan umum yang digunakan Perhutani maupun PT Kusambi Sarana Primadona tetapi hanya dengan penularan yang pertama dan selanjutnya pemanenan. Selanjutnya diungkapkan alasan para petani kutulak tersebut adalah :
a.       Adanya keterbatasan lahan, sebagian besar lahan di lokasi penelitian merupakan kawasan hutan negara. Dengan demikian petani enggan menanam kesambi, karena mengingat umur kesambi siap tular 12 tahun atau berumur panjang sehingga berpikiran belum tentu yang menanam akan menjadi pemilik dan memanen produknya.
b.       Adanya keterbatasan modal dan tenaga kerja. Petani di sekitar lokasi budidaya umumnya adalah petani marginal maka sangat sulit menambah input produksinya sehingga tahapan yang dilakukan diupayakan seminimal mungkin
c.       Adanya penilaian dari petani lak bahwa tahapan kegiatan tertentu tidak berpengaruh terhadap produk lak cabang yang dihasilkan.
            Petani tidak melakukan budidaya pohon inang karena menganggap bahwa jenis inang kesambi banyak tumbuh secara alam. Selain itu tahapan persiapan pohon inang berupa pembersihan tanaman pengganggu dan pemangkasan untuk mendapatkan tunas baru pun tidak dilakukan. Ketergantungan pada pohon inang yang tumbuh secara alam, akan berakibat kurang menguntungkan karena pohon inang akan bertambah tua dan sulit menyediakan cabang atau ranting yang cocok untuk budidaya kutu lak. Bahkan ditakutkan terjadinya kepunahan kutu lak.
            Petani yang mengusahakan seedlak hanya melakukan penularan bibit pada awal atau hanya  dilakukan satu kali saja kemudian pohon yang ditulari diberi tanda dan setelah itu ditinggalkan sampai saatnya panen. Penularan berikutnya tergantung pada penularan alami (liar), dimana akan  menyebabkan sulitnya mengetahui ketepatan waktu panen. Waktu panen lak yang biasa dilakukan di Sumba Timur adalah kira-kira 3 bulan (dihitung dari waktu panen sebelumnya) sementara di pulau-pulau lain membutuhkan waktu 5 bulan (Alor) dan 5,5 bulan (Jawa, Probolinggo).  Selain hal-hal tersebut, tidak dilakukannya pemeliharaan yang intensif pada tanaman inang maupun tularan menyebabkan kualitas dan kuantitas lak yang dihasilkan menjadi semakin rendah. Menurut Pakan dkk (1999) pemeliharaan baru terbatas pada usaha pe,bersihan pohon inang dan pemangkasan ranting-ranting tua atau mati. Sebagai salah satu dampak tidak dilakukannya pemeliharaan adalah tumbuhnya cendawan yang menempel pada lak yang menyebabkan seedlak berwarna hitam dan bermutu sangat rendah.
            Produksi lak di Sumba Timur tertinggi pada tahun 2002 selanjutnya menurun (Data perkembangan produksi lak Sumba Timur dan NTT ada pada lampiran 1). Masalah kualitas lak yang dihasilkan dari Sumba Timur dikeluhkan oleh para konsumen karena berwarna lebih gelap dan mudah menggumpal. Berikut ini dikemukakan secara umum permasalahan yang menyebabkan rendahnya kualitas dan kuntitas lak yaitu:
a.       masyarakat petani masih awam dalam penularan dan penanganan pasca panen
b.       penularan bibit lak tidak dilakukan secara berkesinambungan sehingga dikuatirkan suatu saat akan kehabisan bibit
c.       pohon kesambi tumbuh secara alami dan penularan juga secara alami sehingga sulit mengetahui ketepatan waktu panen
d.       tidak dilakukan pemeliharaan yang intensif pada tanaman inang dan tularan
e.       pohon kesambi sebagian sudah berumur tua sehingga sulit menghasilkan ranting yang cocok
f.         belum adanya budidaya kesambi dan terjadinya penebangan pohon kesambi oleh masyarakat untuk keperluan kayu bakar
g.       pendampingan oleh instansi terkait belum optimal

D. LAK PADA KESAMBI, BIDARA/GOM DAN BERINGIN

            Penularan lak di Sumba Timur masih diprioritaskan pada jenis tanaman kesambi. Namun demikian penularan secara alami terjadi juga pada pohon Bidara/Gom dan Beringin. Diantara ketiga jenis pohon inang ini, lak pada cabang pohon bidara/gom paling baik dalam  perkembangan dan kualitasnya. Dimana lak bidara/gom merata pada cabang, ukuran panjang, penuh dan kompak. Urutan kualitas berikutnya ada pada lak kesambi baru kemudian lak beringin. Lak pada beringin berwarna paling gelap, hampir berada pada semua cabang tetapi tidak penuh dan tidak kompak. Data hasil pengukuran lak cabang pada jenis bidara/gom dan beringin ada pada lampiran 2.
            Selain masalah ketersediaan zat makanan bagi kehidupan kutu lak pada ketiga jenis pohon tersebut, tajuk dengan daun-daun kecil pada bidara mampu memberikan aerasi yang lebih baik sehingga sangat baik untuk pertumbuhan dan kualitas kutu lak. Sebaliknya pada beringin yang umumnya bertajuk lebat menyebabkan kondisi terlalu lembab dan aerasi kurang baik, sehingga banyak cendawan, parasit dan predator yang ikut hidup di lak cabang. Dan dari pengamatan secara visual jumlah parasit dan predator  pada lak beringin paling banyak dibanding lak dari jenis lain.
            Tertularnya lak pada bidara/gom dan beringin bisa menjadi alternatif dalam pengembangan budidaya kutu lak di Sumba Timur. Akan tetapi pemeliharaan yang intensif sangat dibutuhkan pada masing-masing jenis tersebut.

 E. KESIMPULAN

            Hasil hutan bukan kayu berupa seedlak mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat maka perlu diupayakan agar optimal dalam pengembangan budidaya lak, baik melalui usaha budidaya tanaman inang, pengembangan budidaya ke jenis tanaman inang lain dan optimal dalam tahapan kegiatan budidaya kutu lak.
            Demikian penyampaian kami, dan harapan kami kiranya bermanfaat, semoga. 

DAFTAR PUSTAKA

Asep, MD dan Intari, SE., 1995. Jenis Pohon Inang Alternatif Kutu Lak di BKPH Taman dan Sukapura KPH Probolinggo Jawa Timur. Majalah Duta Rimba, XX(185-186): 15-20 Perum Perhutani. Jakarta
Bambang Wiyono, 2002, Pengusahaan Lak Cabang di Indonesia, Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Vol 3 No.1 Tahun 2002: 95-107
Green, CL., 1995. Natural Colourants and Dyestuffs: a Review of Production, Markets and Development of Potentials. Non Wood Forest Product 4. FAO-Roma
Iqbal,M., 1993. International Trade in Non Wood Forest Product: on Review FAO. Working Paper No. 11 tahun 1993
Kurnaedi, R. dan M. Widnyana, 2003. Pengusahaan Steacklac dan Budidaya Kutu Lak. Buletin Penelitian Kehutanan 643: 25-32.
Pane, SJ., 1978. Proyek Lak di KPH Banyukerto Probolinggo. Skripsi Sarjana Muda Akademi Ilmu Kehutanan Bandung. Tidak diterbitkan. Pp: 16-20
Radijanto, SBI. 1979. Model untuk penaksiran Lak pada Tanaman Inang Kesambi. Majalah Duta Rimba Nomor 31/V/1979. Pp : 13-23


Lampiran 1. Perkembangan Produksi Lak  di Sumba Timur dan NTT
No
Tahun
Banyaknya Produksi (ton)
Sumba Timur
NTT
1
1991
-
74.000
2
1992
-
72.010
3
1993
-
374.675
4
1994
-
166.051
5
1995
-
235.790
6
1996
-
14.000
7
1997
-
9.600
8
1998
-
-
9
1999
54,325
13.500
10
2000
212,872
120.826
11
2001
400,849
149.280
12
2002
505,918
323.960
13
2003
451,151

14
2004
386,506

Sumber : 1. Dinas Kehutanan Kabupaten Sumba Timur
               2. Dinas Kehutanan Propinsi NTT



Lampiran 2. 

a. Lak cabang pada Beringin

No
Panjang lak (cm)
Diameter (cm)
Tebal (cm)
Kerataan (% dari panjang lak)
Panjang (%)
Sisi (%)
1
17
1,845
0,663
75
80
2
27
1,375
0,237
75
60
3
23
1,950
0,425
100
90
4
17
1,785
0,247
75
40
5
31
1,960
0,425
90
90
6
38
1,950
0,375
60
70
7
32
1,690
0,450
100
70
8
29
1,595
0,510
70
60
9
39
1,415
0,515
50
90
10
27
1,950
0,380
60
60
Rata-rata
28
1,751
0,423
75,5
71



b. Lak cabang pada Bidara/gom

No
Panjang lak (cm)
Diameter (cm)
Tebal (cm)
Kerataan (% dari panjang lak)
Panjang (%)
Sisi (%)
1
24
1,446
0,473
100
75
2
38
2,000
0,625
100
75
3
26
2,201
0,651
85
70
4
38
1,965
0,732
85
70
5
22
2,000
0,600
100
90
6
30
2,500
0,750
100
80
7
21
2,000
0,500
100
85
8
26
2,500
0,750
85
80
9
29
2,500
0,750
100
90
10
31
2,500
0,750
100
85
Rata-rata
28.5
2,161
0,658
95,5
80







1 komentar:

Unknown mengatakan...

lak?????? apann tu bu?????
kok blm prnh denger ya?